Syamsul Anwar: Jejak Inspiratif Sang Pakar Hukum Islam dari Riau
Syamsul Anwar, seorang cendekiawan hukum Islam yang lahir pada 30 Maret 1956 di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, akhirnya bergabung dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk periode 2022-2027, setelah beberapa kali menolak tawaran tersebut. Selama lebih dari tiga dekade, ia telah berkontribusi aktif di Majelis Tarjih, dari tingkat wilayah hingga pusat. Kehadirannya di Pimpinan Pusat Muhammadiyah semakin memperkuat reputasi ulama dalam organisasi tersebut.
Sejak usia muda, Syamsul telah mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarganya. Ia terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga pada tahun 1975 dan kemudian melanjutkan studinya di bidang akidah dan filsafat. Pada tahun 1989-1990, ia memperdalam ilmunya di Universitas Leiden, Belanda, bersama 13 dosen dari berbagai IAIN di Indonesia. Selama dua bulan, ia juga belajar bahasa Inggris di School of Oriental and African Studies (SOAS), London University. Kembali ke Indonesia, ia meraih gelar Magister pada tahun 1991.
Setelah itu, Syamsul berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya di IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 2001, dengan disertasi berjudul “Epistemologi Hukum Islam dalam al-Mustaṣfa Karya al-Ghazali.” Melalui penelitian ini, ia berupaya mengubah pandangan tentang al-Ghazali sebagai seorang sufi dan filsuf, mengangkatnya juga sebagai pakar hukum Islam. Pemikirannya yang kritis memberikan landasan baru dalam hukum Islam untuk menghadapi tantangan modern.
Karir akademisnya terus bersinar ketika ia diangkat sebagai Guru Besar di bidang hukum Islam. Ia telah menulis banyak karya, termasuk buku, artikel ilmiah, dan tulisan di media, dalam berbagai bahasa seperti Arab, Inggris, dan Indonesia. Keahliannya dalam memahami teks klasik dan kontemporer menjadikannya figur yang dihormati di kalangan akademisi.
Kontribusi dalam Bidang Hukum Islam
Syamsul Anwar dikenal luas karena usahanya mereformasi pandangan terhadap fikih, agar tidak hanya dipahami sebagai disiplin ilmu yang membahas halal dan haram. Ia mengidentifikasi dua kelemahan utama dalam fikih klasik: sistematisasi yang kurang dan pendekatan yang kurang empiris. Untuk mengatasi masalah ini, Syamsul mengusulkan metode pertingkatan norma dalam Usul Fikih, terinspirasi oleh pemikiran Hans Kelsen, yang mengembangkan ide hierarki norma dalam sistem hukum. Menurutnya, struktur norma dalam hukum Islam harus mencakup nilai-nilai dasar, prinsip-prinsip universal, dan ketentuan hukum praktis.
Dalam konsepnya, Syamsul menekankan pentingnya nilai dasar seperti persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan, yang mengarah pada prinsip universal dan norma praktis. Ia mencatat bahwa keabsahan norma dalam hukum Islam ditentukan oleh tiga faktor: ketepatan derivasi norma dari sumber hukum, prosedur derivasi yang tepat, dan kualifikasi pelaku derivasi.
Syamsul juga memperkenalkan metode istiqra’ ma’nawi, yang memanfaatkan kolektivitas dalil dari berbagai bentuk, baik yang berkaitan langsung dengan nash maupun tidak. Dengan pendekatan ini, ia menciptakan pemahaman komprehensif tentang makna syariat yang sesuai dengan konteks zaman.
Aplikasi Pemikiran Hukum Syamsul dalam Majelis Tarjih
Pemikiran Syamsul telah diterapkan dalam berbagai putusan Majelis Tarjih, termasuk Fikih Tata Kelola, Fikih Kebencanaan, dan Fikih Perlindungan Anak. Fikih Muhammadiyah berfokus pada pedoman yang relevan dengan konteks sosial, tidak terjebak dalam isu-isu kasuistik semata. Misalnya, Fikih Difabel dibangun di atas nilai-nilai dasar seperti tauhid, keadilan, dan kemaslahatan, yang mencerminkan universalitas Islam.
Setelah menetapkan nilai-nilai dasar, Syamsul dan timnya mengembangkan prinsip-prinsip umum hukum Islam yang mencakup doktrin dan kaidah-kaidah hukum. Selain itu, mereka juga menyusun pedoman praktis bagi kalangan difabel, mempertimbangkan prinsip bahwa syariat harus memberikan kemudahan dan menghilangkan kesulitan.
Dengan pendekatan ini, Fikih Muhammadiyah berusaha untuk tetap relevan dan responsif terhadap perkembangan zaman, menyusun norma-norma yang tidak terjebak dalam kasus tertentu, tetapi siap menghadapi tantangan yang muncul di masa depan. Melalui inovasi dan integrasi pemikiran klasik dan modern, Syamsul Anwar telah meninggalkan jejak inspiratif dalam dunia hukum Islam, memberikan kontribusi signifikan bagi pemikiran dan praktik hukum di Indonesia.
Informasi pada artikel ini dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id, yang tayang pada 28 November 2022.