Peran K.H. Hisyam sebagai Ketua Muhammadiyah: Kepemimpinan Visioner 1934-1936
K.H. Hisyam menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah ketiga pada tahun 1934, dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta. Sebagai murid langsung dari K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, K.H. Hisyam membawa visi kepemimpinan yang kuat dalam bidang pendidikan dan organisasi. Selama tiga tahun masa kepemimpinannya, Muhammadiyah mengalami perkembangan pesat, terutama dalam hal pendidikan.
K.H. Hisyam lahir di Kauman, Yogyakarta pada 10 November 1883 dan wafat pada 20 Mei 1945. Meskipun masa jabatannya sebagai Ketua Muhammadiyah terbilang singkat, yakni dari 1934 hingga 1936, K.H. Hisyam berhasil membawa perubahan signifikan dalam organisasi tersebut. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada tahun 1935 dan Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia pada tahun 1936, ia terus dipercaya untuk memimpin organisasi tersebut.
Salah satu prestasi terbesar K.H. Hisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi. Muhammadiyah pada masa kepemimpinannya fokus pada pengembangan pendidikan, baik agama maupun pendidikan umum. Hal ini terlihat dari perhatian khususnya terhadap pendidikan anak-anaknya yang disekolahkan di lembaga pendidikan pemerintah yang berkualitas. Beberapa anaknya bahkan menjadi guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang terkenal pada masa itu.
Dalam upayanya memodernisasi pendidikan, K.H. Hisyam memperkenalkan berbagai sekolah baru yang setara dengan sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah seperti Volkschool, Vervolgschool, hingga Hollands Inlandsche School Met de Qur’an, sebagai tandingan terhadap sekolah-sekolah Katolik dan Protestan. Langkah ini menunjukkan komitmen K.H. Hisyam dalam menyediakan pendidikan berkualitas bagi umat Islam tanpa harus bergantung pada sekolah-sekolah pemerintah kolonial.
Namun, kebijakan K.H. Hisyam dalam menerima subsidi dari pemerintah kolonial Belanda tidak luput dari kritik. Taman Siswa dan Syarikat Islam menentang kebijakan ini karena mereka menjalankan politik non-kooperatif dengan pemerintah. Meskipun demikian, K.H. Hisyam tetap berpendirian bahwa subsidi tersebut berasal dari pajak rakyat dan harus dimanfaatkan untuk kemajuan pendidikan umat. Dengan menerima bantuan tersebut, Muhammadiyah mampu mendirikan sekolah-sekolah yang berperan penting dalam mendidik generasi bangsa, sekaligus menyaingi sekolah-sekolah Kristen yang didukung penuh oleh pemerintah kolonial.
Berbagai prestasi dalam pendidikan yang dicapai Muhammadiyah selama masa kepemimpinan K.H. Hisyam diakui oleh pemerintah kolonial Belanda. Sebagai penghargaan atas jasanya dalam memajukan pendidikan, K.H. Hisyam dianugerahi bintang tanda jasa Ridder Orde van Oranje Nassau. Keputusan ini diambil karena kontribusi besar K.H. Hisyam dalam mendirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mampu menyaingi sekolah-sekolah kolonial dan Kristen, serta menjadi simbol penting dalam perjuangan pendidikan umat Islam di Indonesia.
Informasi dikutip dari artikel muhammadiyah.or.id.